Rabu, 31 Juli 2013

GAJI SERTIFIKASI




                “Sudah baca SMS saya?” tanya Kepala Sekolah  di pagi yang dingin menusuk tulang itu.

                “Belum” jawabku singkat.

                Ada sedikit rasa sesal karena  tadi malam lupa membuka SMS yang masuk.Maklum saat berdering nada SMS itu  saya sedang "bergumul"  berbuka puasa.Nikmat sekali. Kata para ustaz satu nikmat yang diberikan di dunia kepada orang berpuasa adalah nikmat saat berbuka.Mister Kep- begitu sering saya memanggil Kepala Sekolah saya - ternyata menginformasikan tentang penandatanganan  tanda terima sertifikasi periode ini.  Periode ke 2 tahun ini.

Bagiku ini  pertama kali aku tanda tangan.Ada semacam keinginan tersendiri untuk melihat situasi dan "sensasi: baru ini. Periode yang lalu tak sempat.Saya  diajak ke Surabaya oleh Kepsek untuk suatu urusan penting juga.Saya minta teman yang  menanda tangankan. Beres, tak ada kendala.  Ternyata  saat dia mencari nama saya untuk menandatangankan malah sudah ada tanda tangan terisi.Mungkin saja teman lain yang melakukannya. Teman-teman guru SMPN 1 Sembalun ini memang harus ditiru soal sifat tolong-menolongnya.  Kali ini kurang enak meminta teman menanda tangankan.Sekarang memang tak ada halangan seperti tiga bulan yang lalu. Sayapun berangkat setelah memberi tugas kepada ketua kelas.Pada periode yang lalu seorang teman guru di Kabupaten Sumbawa pernah cerita bahwa dia tidak perlu berjubel menanda trangani  berkas di Dinas.Apalagi sampai meninggalkan sekolah beramai-ramai. Tinggal dicek di rekening.Sebab dananya berasal dari pusat.Berbeda.Kalau benar begitu berarti beda kabupaten beda juga gayanya memberi "santunan" ini.

Perjalanan turun gunungpun dimulai.Membelah gunung melewati dinginnya hutan. Menaklukkan  jalur Pusuk yang menanjak  terjal. Menelusuri dengan waspada belokan-belokan yang kadang-kadang  dikagetkan kendaraan lain dari arah depan secara tiba-tiba.Nah di jalur khusus ini jangan menghayal. Harus menembus beberapa “pos penjagaan” bocah-bocah penambal jalan berlubang dengan berbekal cangkul kecilnya.  Satu saja harapannya mungkin ada orang yang terketuk hatinya memberikan uang seadanya. Mereka tak pernah memaksa. Ada juga yang lain  menawarkan pakis yang dipetiknya. Mungkin ada yang berminat membelinya.Mereka datang ke tengah hutan yang sepi ini  dengan jalan kaki  atau menumpang kendaraan orang yang lewat yang bersedia memberi tumpangan.Dengan wajah sedih yang memang sesungguhnya menanggung derita kekurangan  disimpannya rasa malu dan iapun meminta. Terenyuh juga berhadapan dengan mereka. Polos tapi butuh uang  untuk sekedar membeli panganan berbuka puasa.Jika ada uang berikan seadanya. Lihat binar di matanya mereka  senang  sekali menerimanya. Mereka meminta sedikit saja.Ternyata mereka hadir di tengah hutan yang sunyi ini untuk memberi kesempatan kepada kita untuk berbagi di bulan puasa ini.

Waktu zuhur tiba saat sampai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur. Selesai solat baru  mendapat kesempatan tanda tangan. Semua berjala lancar sebab dibagi  menjadi beberapa   meja yang berjejer melayani.Pelayanan juga dibagi dalam beberapa hari. Yang bertugas juga karyawati yang masih muda-muda.Mereka melayani dengan penuh santun dan kelembutan. Mungkin disengaja sebagai antisipasi  emosi yang kadang-kadang bisa meletup tak terkendali.Dalam dekade terakhir ini sikap orang Indonesia memang agak berubah menjadi kurang sabaran. Hal itu tak diharapkan terjadi pada para guru kecuali sedikit saja yang bertempramen agak tinggi.

Saat seperti ini biasanya menjadi ajang untuk reuni. Saling mengingatkan masa lalu.Bertemu teman sekolah atau teman satu kost. Berjumpa teman yang dulu sering memberi pinjaman  uang atau sebaliknya. Biasalah kehidupan anak kost tempo dulu.
Sempat bertemu teman yang satu kost dulu.Saya menjulukinya sebagai Demonstran Tunggal.Dia tidak pernah betah di suuatu sekolah karena kepala sekolah selalu tidak tenang karena ulahnya.Dia tidak akan membiarkan suatu yang dianggap ganjil dan berusaha menggeliat menentang  hegemoni  kepala sekaolah,walaupun hanya seorang diri.
"Masih jadi demonstran?" pancing saya.
"Ya, akan terus saya lakukan bila ada ketidakadilan di sekolah saya" jawabnya mantap.
"Di Palestina orang mempertaruhkan nyawa untuk menegakkan haknya. Kalau saya hanya dipindah  pindah  ngajar saja" jawabnya bersemangat seperti dulu.
Ada teman yang baru sekarang berjumpa setelah  lebih dari 20 tahun tak pernah bertemu.Saling tanya berapa anak berapa istri. Saling berbagi cerita tentang kebutuhan yang selalu meningkat karena anak sekolah.Ternyata ujuang-ujungnya  berapapun gaji tak pernah cukup bila tak dicukupkan.

Saya teringat kisah Sahabat Abu Bakar Radallahu Anhum saat menjadi khalifah. Istrinya ingin makan manisan. Mungkin seperti dodol sekarang.Disisihkannya  gaji suaminya yang diberikan dari baitulmal setiap bulan. Baitulmal berupa rumah tempat menyimpan harta yang dipungut dari zakat kaum muslimin, semacam BAZDA sekarang ini.Tapi gedungnya tentu tidak semewah BAZDA . Setelah beberapa bulan dan dirasa cukup untuk membeli bahan manisan diberitahulah suaminya  tentang rencananya.

“Aku menyisihkan gaji Khalifah beberapa bulan untuk membuat manisan”begitulah kira-kira kata istri Abu bakar Radallahu Anhum

”Mana uang yang berhasil kau sisihkan  dari gajiku itu?”Abu Bakar Radiallahu Anhum bertanya pada istrinya.

Istrinya memberikan uang itu dengan senang hati.

”Ternyata gaji saya melebihi keperluan  kita  sekeluarga. Buktinya kau bisa menyisihkannya. Sekarang uang ini akan kukembalikan ke baitulmal lagi”Abu Bakar Radiallahu Anhum menegaskan.

 Sejak saat itu Khalifah mengurang gajinya dengan sejumlah uang yang disisihkan istrinya untuk rencana membeli manisan tersebut.Padahal jumlah gaji awalnya sama dengan tunjangan yang diberikan kepada sahabat-sahat lain yang tergolong miskin.Menjelang akhir hidupnya ia menyuruh keluarganya mengembalikan semua uang yang pernah diterima dari baitulmal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar